--> Skip to main content

Ath Thufail bin 'Amr Ad Dausi

"Ya Allah jadikanlah untuknya sebuah tanda yang akan membantunya dalam memulai kebaikan.” (Doa Rasulullah ﷺ kepadanya)


Ath Thufail bin 'Amr ad Dausi merupakan salah satu pemimpin kabilah Daus semasa jahiliyyah. Ia merupakan salah satu tokoh terkemuka Arab yang berwibawa dan diperhitungkan.

Tak satu bejana pun turun dari apinya. Pintunya juga tak pernah tertutup bagi para pengetuknya. Selalu memberi makan orang miskin, menenangkan orang yang ketakutan serta membantu orang yang membutuhkan. Itulah Ath Thufail bin 'Amr ad Dausi.

Tidak hanya itu, ia adalah sosok yang sangat beradab dan cerdas. Seorang penyair yang menggetarkan hati dan berperasaan lembut. Menguasai berbagai cara dan metode penjelasan, yang pahit dan manisnya. Seolah-olah kata-kata sihir-lah yang keluar dari mulutnya.

***

Suatu ketika Ath Thufail menghilang dan pergi dari kaumnya. Ia menuju Mekah melalui daerah Tihamah, mengelilingi daerah perbatasan antara daerah kekuasaan Rasulullah ﷺ dan kafir Quraisy. Ketika itu terjadi permusuhan antara Rasulullah ﷺ yang mulia dengan orang kafir Quraisy. Semua orang menginginkan penolong bagi dirinya dan kelompoknya.

Waktu itu Rasulullah ﷺ hanya bisa berdoa kepada Rabb-nya bersenjatakan iman dan kebenaran. Sedangkan orang-orang kafir Quraisy membangun ajakannya dengan persenjataan dan menghalangi manusia dari dakwah Rasulullah ﷺ dengan segala cara.

Ath Thufail, secara tidak sengaja terlibat dalam pertempuran ini tanpa persiapan yang matang. Ia mengerahkan pasukannya tanpa tujuan.

Ia pergi ke Mekah bukan untuk tujuan ini. Tidak terlintas sedikit pun di benaknya tentang Muhammad ﷺ  dan Quraisy sebelumnya.

Dari sinilah bermula kisah Ath Thufail bin 'Amir Ad Dausy di kancah pertempuran tadi. Satu kisah yang tak terlupakan. Mari kita dengar baik-baik kisah yang sangat langka ini.

Ath Thufail mengisahkan:

Waktu itu aku menuju Mekah. Ketika para tokoh Quraisy melihatku, mereka langsung menyambutku dan memuliakanku dengan sebaik-baiknya. Mereka memintaku untuk singgah, dan ternyata mereka telah menyiapkan sebaik-baik persinggahan untukku.

Kemudian para tokoh dan pembesar mereka berkumpul di hadapanku. Mereka berkata, ”Wahai Thufail! Engkau telah datang ke negeri kami. Laki-laki ini -yang telah mengaku sebagi seorang nabi telah membuat kerusakan dan keonaran di tengah-tengah kami. Bahkan ia telah memecah-belah persatuan kami. Kami pun tercerai berai dibuatnya. Kami khawatir orang ini akan berbuat sama kepada kaummu, sebagaimana ia telah melakukannya pada kaum kami. Maka jangan ajak bicara orang itu! Jangan sekali-kali egkau dengar sesuatu pun darinya. Ucapannya seperti tukang sihir. Ia telah memisahkan antara ayah dan anak, antara seseorang dengan saudaranya serta antara istri dengan suaminya."

Ath Thufail melanjutkan kisahnya:

Demi Allah, mereka terus saja menceritakan kisah-kisah jelek dan aneh tentang Muhammad. Mereka juga menakut-nakutiku dan kaumku dengan perilaku-perilaku ajaibnya. Sampai aku bertekad untuk tidak akan mendekati orang tersebut, bahkan aku tak akan mengajak bicara atau mendengar sepatah kata pun darinya.

Keesokan harinya aku thawaf di Ka'bah dan meminta berkah kepada berhala-berhala yang kami sembah dan kami agungkan. Aku menyumbat kedua telingaku dengan kapas agar tidak ada satu kata Muhammad pun yang masuk ke pendengaranku.

Akan tetapi ketika aku masuk masjid, aku dapati Muhammad sudah berada di dalamnya sedang melakukan shalat. Shalatnya berbeda dengan shalat kami, ia juga beribadah dengan ibadah yang berbeda dengan ibadah kami. Diam-diam aku mencuri pandang. Ibadahnya membuatku tercengang. Jiwaku condong kepadanya. Dekat dan tambah dekat. Pelan tapi pasti hingga tak terasa aku telah dekat dengannya.

Allah ﷻ ternyata berkehendak lain, pendengaranku tak bisa terhalangi dari perkataan Muhammad. Ternyata kata-kata yang keluar darinya adalah bagus. Aku berkata pada diriku,

”Celaka engkau, wahai Thufail, sungguh engkau seorang penyair cerdik. Tidaklah samar bagimu yang baik dari yang jelek. Apa lagi yang menghalangimu darinya... Kalau yang ia ucapkan baik, maka engkau harus menerimanya. Kalau yang keluar darinya jelek, maka tinggalkanlah.”

Ath Thufail melanjutkan kisahnya:

Aku tetap di sisi Rasulullah ﷺ sampai beliau pulang ke rumahnya. Aku tetap mengikutinya sampai beliau masuk ke rumahnya. Aku pun juga masuk ke rumahnya. Maka aku berkata,

"Wahai Muhammad, kaummu telah berkata kepadaku tentangmu begini, dan begini. Demi Allah, mereka tak henti-hentinya menakut-nakutiku. Sampai-sampai aku menyumbat telingaku dengan kapas agar tak ada satu katapun yang aku dengar darimu. Namun, Allah berkehendak lain. Aku tetap saja mendengar ucapanmu. Dan ternyata apa yang aku dengar adalah baik. Maka beritahukan kepadaku ajaranmu.”

Beliau lalu memberikan penjelasan dan keterangan kepadaku. Beliau membacakan surat Al-lkhlas dan Al-Falaq kepadaku. Demi Allah, aku belum pernah mendengar perkataan yang lebih bagus darinya. Dan aku tidak pernah melihat perkara yang lebih adil dari perkaranya.

Pada saat itulah aku menjulurkan tanganku kepadanya. Aku pun bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak disembah dan diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya. Aku pun memeluk agama Islam.

Ath Thufail melanjutkan kisahnya:

Kemudian aku tinggal di Mekah beberapa waktu untuk mempelajari sebagian ilmu agama dan menghafal Al Quran sebatas apa yang Allah ﷻ mudahkan untukku. Aku berkeinginan untuk kembali ke kaumku. Sebelumnya aku minta nasehat kepada Rasulullah ﷺ

“Wahai Rasulullah, aku adalah seorang yang ditaati di keluargaku. Aku ingin kembali kepada mereka dan mengajak mereka ke dalam islam. Maka berdoalah kepada Allah agar memberiku satu tanda yang menjadi naungan bagiku ketika aku mengajak mereka kepada Islam.”

Kemudian beliau berdoa, ”Ya Allah, berikanlah untuknya satu tanda."

Kemudian aku kembali menuju kaumku. Ketika aku tiba di suatu tempat di perkampungan mereka, muncullah cahaya di antara kedua mataku bak lentera. Aku pun berkata,

“Ya Allah, jadikanlah cahaya tersebut selain di wajahku. Aku khawatir mereka akan mengira cahaya tersebut adalah petaka yang menimpaku karena aku meninggalkan agama mereka.”

Kemudian cahaya tersebut berpindah ke atas cambukku. Manusia pun melihatnya seakan-akan lentera yang tergantung. Aku turun dari lembah menuju mereka. Ketika telah sampai di bawah, ayahku pun mendatangiku -ia seorang yang sudah lanjut usia-. Akupun berkata kepadanya,

”Menjauhlah engkau dariku, wahai ayahanda. Aku bukan bagianmu dan engkau bukan bagian dariku."

”Kenapa wahai anakku?” tanya ayahku keheranan.

“Aku telah masuk Islam dan mengikuti agama Muhammad,” jawabku.

Ayahku pun berkata: “Wahai anakku, agamaku seperti agamamu.”

"Kalau begitu pergilah, kemudian mandi dan cucilah pakaianmu. Lalu kemarilah akan kuajari apa yang telah diajarkan kepadaku," ucap Ath Thufail kepada ayahnya.

Kemudian ia pun pergi untuk mandi dan membersihkan pakaiannya kemudian masuk Islam.

Datanglah istriku. Aku pun berkata kepadanya: “Menjauhlah engkau dariku. Aku bukan bagian dirimu dan engkau bukan bagian diriku."

"Kenapa? Demi bapak dan ibuku," ia bertanya keheranan.

Aku berkata, ”Islam telah memisahkan antara diriku dan dirimu. Aku telah memeluk agama Islam dan mengikuti ajaran Muhammad."

Istriku berkata, "Agamaku seperti agamamu.”

”Pergilah dan bersucilah dengan air Dzu Syarra -nama berhala kabilah Daus, memiliki air yang mengalir dari gunung-.”

Istriku pun berkata, ”Demi bapak dan ibuku sebagai tebusan. Apakah engkau tidak mengkhawatirkanku dari Dzu Syarra?”

Aku berkata, ”Kecelakaan bagimu dan bagi Dzu Syarra. Aku telah memerintahkanmu untuk pergi dan mandi di sana, di tempat yang jauh dari kerumunan manusia. Aku menjamin bagimu bahwa batu yang bisu itu tidak dapat berbuat sesuatu apapun.”

Ia pun pergi dan mandi. Setelah itu aku mengajarinya Islam, ia pun masuk Islam.

Kemudian aku mendakwahi kabilah Daus. Mereka tak segera menerima dan menjawab dakwahku, kecuali Abu Hurairah. Ia adalah orang yang paling bersegera masuk Islam.

Ath Thufail berkata melanjutkan kisahnya:

Maka aku mendatangi Rasulullah ﷺ di kota Mekah bersama Abu Hurairah.

”Bagaimana keadaan mereka, wahai Thufail?” tanya Rasulullah ﷺ .

”Hati-hati mereka tertutup dan mereka sangat kufur. Mereka telah bergelimang dalam kemaksiatan dan kedurhakaan,” jawab Ath-Thufail.

Kemudian berdirilah Rasulullah ﷺ , lalu berwudhu dan shalat. Beliau pun mengangkat tangannya ke langit.

Abu Hurairah berkata, "Ketika melihat beliau, aku khawatir beliau akan mendoakan kehancuran kepada kaumku sehingga mereka menjadi binasa...”

Aku pun berkata, ”Duhai kaumku, kasihan kalian!!”

Ternyata Rasulullah ﷺ berdoa,

”Ya Allah, berikanlah hidayah kepada kaum Daus… Ya Allah, berikanlah hidayah kepada kaum Daus... Ya Allah, berikanlah hidayah kepada kaum Daus...”

Kemudian beliau berpaling kepada Ath Thufail dan berkata,

" Kembalilah engkau ke kaummu, bersikaplah lemah lembut kepada mereka dan ajaklah mereka kepada Islam.”

***

Aku terus mengajak dan mendakwahi mereka ke dalam Islam hingga Rasulullah ﷺ hijrah ke Madinah dan berlalu perang Badr, Uhud dan Khandaq. Kemudian aku datang menemui Rasulullah ﷺ bersama delapan puluh keluarga Daus. Mereka telah masuk Islam dan keislaman mereka sangatlah baik. Rasulullah ﷺ pun gembira atas kami. Beliau juga memberikan untuk kami bagian dari ghanimah (rampasan perang) Khaibar. ²

Maka kami pun berkata kepada beliau,

”Wahai Rasulullah, jadikanlah kami pasukan sayap kanan dalam setiap peperangan. Jadikanlah syiar kami diterima."

Ath Thufail berkata:

Aku tetap tinggal bersama Rasulullah ﷺ sampai penaklukan kota Mekah. Maka aku berkata kepada Rasulullah ﷺ ,

”Wahai Rasulullah, utuslah aku kepada Dzulkaffain -berhala milik 'Amr bin Hamamah-, biarkan aku membakarnya ... ”

Rasulullah ﷺ pun memberikan ijin kepadanya. Kemudian ia pergi menuju berhala itu tanpa sepengetahuan kaumnya.

Sesampainya Ath Thufail di tempat berhala tersebut dan bertekad membakarnya, berkumpullah di sekelilingnya para wanita, lelaki dan anak-anak kecil. Mereka menunggu-nunggu keburukan apa yang akan menimpa Ath Thufail. Mereka juga menunggu guntur yang akan menyambarnya, karena Dzulkaffain diganggu.

Akan tetapi Ath Thufail tetap mendatangi berhala tersebut di hadapan para penyembahnya Ia menyalakan api pada dada berhala itu ... Lantunan bait syair ia ucapkan mengiringi pembakaran itu:

Wahai Dzulkajffain, aku bukanlah penyembahmu

Kelahiranku lebih dahulu darimu

Sungguh aku telah nyalakan api di dadamu

Berkobarlah api itu, membakar habis berhala kaum Daus sekaligus membakar segala bentuk kesyirikan dalam kaum itu. Akhirnya seluruh penduduk kaum Daus masuk Islam dan baik keislaman mereka.

***

Setelah itu, Ath Thufail selalu mendampingi Rasulullah ﷺ sampai beliau kembali kepada Allah ﷻ .

Ketika kekhilafahan telah beralih kepada Abu Bakar  ia menjadikan dirinya, pedangnya dan anak-anaknya di bawah ketaatan kepada khalifah pengganti Rasulullah ﷺ itu.

Tatkala terjadi peperangan melawan orang-orang murtad, Ath Thufail berada di barisan tentara kaum muslimin untuk memerangi Musailamah Al Kadzdzab, Ia disertai oleh 'Amr -salah satu anaknya-.

Dalam perjalanan menuju Yamamah, Ath Thufail bermimpi. Ia ceritakan mimpi itu kepada teman-temannya;

”Sesungguhnya aku bermimpi, maka berikanlah tafsirannya padaku.”

”Mimpi apa engkau?” tanya mereka.

Ath Thufail mulai bercerita ”Aku bermimpi rambut kepalaku dicukur. Dan ada seekor burung keluar dari mulutku. Ada seorang wanita yang memasukkanku ke perutnya lalu anakku -'Amr mencari-cariku. Akan tetapi ada penghalang antara diriku dengannya.”

”Semoga mimpi yang baik,” kata mereka.

Ath Thufail berkata: "Adapun aku, sungguh aku telah tahu tafsir mimpiku itu.

Adapun rambut yang dicukur bahwasanya kepalaku akan terpenggal. Burung yang keluar dari mulutku, itu adalah ruhku. Adapun wanita yang memasukkanku ke perutnya, maka itu adalah bumi yang aku akan dikuburkan padanya, sungguh aku sangat berharap untuk syahid. Adapun anakku yang mencariku, yaitu ia mengharap mati syahid, -sebagaimana yang aku dapatkan dengan izin Allah akan tetapi ia memperolehnya pada kesempatan lain.”

***

Pada pertempuran Yamamah, shahabat mulia Ath Thufail bin 'Amr Ad Dausi diuji dengan ujian yang berat. Ujian yang menghantarkan dirinya meraih syahid. Ia gugur di kancah pertempuran.

Adapun anaknya 'Amr, ia terus maju berperang sampai akhirnya keletihan. Lengan kanannya tertebas. Selesai perang, ia pulang ke Madinah meninggalkan ayah dan tangannya di bumi Yamamah.

Pada masa pemerintahan 'Umar bin Al Khaththab, 'Amr bin Ath Thufail mendatangi sang khalifah. Makanan dihidangkan untuknya, sedangkan manusia sedang duduk-duduk di sekitarnya. 'Umar mengajak manusia untuk memakannya, namun 'Amr berpaling dari 'Umar. Maka 'Umar berkata kepadanya,

"Ada apa denganmu? Sepertinya engkau tak mau makan karena malu dengan tanganmu itu…"

"Benar, wahai Amirul Mukminin!” jawab 'Amr.

'Umar menimpali, "Demi Allah, aku tidak akan menjamah makanan ini sampai tanganmu yang terputus itu ikut makan bersama kami Demi Allah, tidak ada seorang pun yang sebagian tubuhnya di surga kecuali dirimu ... " Yang dimaksud 'Umar adalah tangan 'Amr.

***

Sejak perpisahan dengan sang ayah, kerinduan untuk mati syahid senantiasa terlihat pada diri 'Amr. Datanglah panggilan untuk perang Yarmuk³, 'Amr segera

menyambutnya bersama orang-orang selainnya. Ia maju bertempur sampai akhirnya gelar syahid ia raih sebagaimana yang telah diraih oleh sang ayah.

***

Semoga Allah ﷻ merahmati Ath Thufail bin 'Amr Ad Dausi, seorang syahid dan ayah dari seorang Syahid.


¹Tihamah: Dataran rendah di pinggir pantai Laut Merah
²Khaibar: Tanah subur di daerah Hijaz yang di tinggali oleh orang Yahudi
³Perang Yarmuk: Salah satu peperangan dalam sejarah Islam. Terjadi pada tahun 15 H, Kaum muslimin mendapat pertolongan besar atas Negara Romawi ketika itu.

Sebagai tambahan pengetahuan dan bacaan, silahkan merujuk:

a. Al lshabah (Cetakan As Sa’adah 3/286-288)
b. AI Isti'ab (cet. Haidar Abad 1/211-213)
c. Usudul Ghabah (3/54-55)
d. Shifatush Shafwah (1/245-246)
e. Siyar A'lamin Nubala' (1/248-250)
f. Mukhtashar Tarikh Dimasyq (7/59-64)
g. Al Bidayah Wan Nihayah (6/337)
h. Syuhada'ul Islam (138-143)
i. Sirah Bathal karya Muhammad Zaidan, disebarka oleh Dar As Su'udiyah tahun 1386 M.


©SIRAH SAHABAT -Kisah Indah dan Sejarah Gemilang Generasi Terbaik Umat Ini- cet. Pustaka Al Haura' (terjemahan Shuwar min Hayati ash Shahabah, penulis: Dr Abdurrahman Ra'fat Basya)
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar